Kemaren ada yang tanya mengenai artikel saya Power of Nafas 6-6, benarkah pikiran kita random atau acak? Benarkah kita tidak bisa memilih pikiran kita? Benarkah seluruh masalah dalam hidup kita bisa lenyap, hanya dengan menyadari pikiran pertama?
Mari kita coba latihan ini sebentar, siapkan timer di hape anda untuk 2 menit, lalu selama 2 menit ini, saya minta anda hanya memperhatikan nafas anda. Perhatikan selama 2 menit ini, apakah anda bisa full hanya memperhatikan nafas anda.
Bila dalam 2 menit ini perhatian anda teralih dari nafas, tidak apa, cukup kembali perhatikan nafas anda. Namun catat, perhatian anda teralih kemana, oke? Lakukan dulu latihan ini sebelum melanjutkan membaca. Mulai.
Bila anda tidak biasa latihan nafas 6-6, biasanya ini yang akan terjadi. Sepuluh detik pertama perhatian anda mungkin teralih dengan gonggongan anjing di jalan, anda kemudian teringat anjing kecil putih yang dipelihara oleh sahabat anda saat masih kecil, kemudian anda mengingat sahabat tersebut, aaah bagaimana kabarnya dia sekarang ya?
Lalu anda berencana menelponnya besok pagi, untuk mengajak makan siang. Hmm mau makan siang di mana ya? Oh aku tahu, di cafe x di mall z, makanannya enak-enak dan tiba tiba timer anda berbunyi. Waktu 2 menit sudah selesai.
Anda bisa lihat, dari niat awal memperhatikan nafas, tiba-tiba mendengar suara anjing, bisa berakhir ke makanan enak di sebuah cafe. Sangat acak bukan? Namun beginilah pikiran kita bekerja sehari-hari, bila tidak terbiasa latihan nafas 6-6.
Pikiran kita adalah jaringan yang kompleks dari memori, emosi, dan sensasi. Meskipun kita berusaha sebaik mungkin untuk fokus pada tugas atau ide tertentu, pikiran kita bisa dengan cepat berbelok ke hal-hal lain yang tidak berhubungan. Hal ini karena pikiran secara inheren acak dan tidak dapat diprediksi. Kita tidak bisa memilih pikiran apa yang muncul di pikiran kita atau kapan mereka muncul.
Saya pernah baca sebuah penelitian di Inggris bahwa dalam waktu 24 jam, rata-rata setiap manusia memproduksi 50.000 pikiran. Banyak sekali bukan. Tapi bukan itu yang mengagetkan sebenarnya, namun fakta bahwa sembilan puluh lima persen dari pikiran-pikiran tersebut adalah pikiran-pikiran lawas yang berulang. Anda bisa mengeceknya dengan pengalaman sendiri
Mungkin kedengarannya aneh ya, bahwa pikiran kita bersifat acak atau random, karena kita merasa kalau berpikir selalu runtut, detail dan jelas. Namun tanpa sifat acak atau random dari pikiran, inovasi tidak akan pernah ada. Ini adalah desain yang luar biasa istimewa dari sang pencipta.
Pertanyaan kedua, benarkah kita tidak bisa memilih pikiran kita? Mari kita coba latihan berikut. Siapkan lagi timer di hape anda. atur untuk waktu 2 menit. Sudah? Kali ini, saat hitungan mundur di mulai, anda hanya akan memperhatikan sebuah pikiran, selama 2 menit. Contoh, pikirkan sepatu anda, fokus di sepatu anda selama 2 menit. Lanjutkan membaca setelah 2 menit anda selesai.
Bagaimana? Apakah anda selama 2 menit, bisa tetap fokus dengan pikiran yang anda pilih? Atau kadang pikiran anda bergerak ke arah lain secara spontan, tanpa bisa anda kendalikan?
Kalau kita bisa memilih pikiran kita, dan bertahan pada pikiran tersebut, maka goal setting bukanlah suatu problem yang berat. Kita bisa memilih tujuan yang kita inginkan, dan terus menerus bergerak ke arah tujuan tersebut, tanpa di ganggu oleh berbagai pikiran lain yang bisa menghambat pencapaian goal kita.
Namun kita tahu bahwa tidak semudah itu merealisasikan tujuan, karena pikiran seringkali melompat-lompat ke arah yang berbeda, terutama ke berbagai pikiran yang justru menghambat apa yang kita inginkan.
Meskipun kita mungkin dapat melatih diri untuk mengendalikan pikiran kita melalui praktik seperti meditasi atau will power, tetap saja kita tidak dapat sepenuhnya mengontrol sifat acak dari fungsi kognitif kita. Alih-alih berusaha melawannya, mungkin lebih baik kita menerima dan belajar bagaimana menggunakan pengetahuan keacakan dari pikiran untuk kreativitas dan inovasi yang lebih besar dalam hidup kita.
Pertanyaan ketiga benarkah seluruh masalah dalam hidup kita bisa lenyap, hanya dengan menyadari pikiran pertama? Di artikel saya sebelum ini, Power of Nafas 6-6, saya bercerita tentang sebuah peristiwa yang terjadi. Peristiwa tersebut memantik timbulnya pikiran pertama. Setiap peristiwa, apapun itu ,sejatinya bersifat netral. Tidak baik. Tidak buruk. Sampai peristiwa tersebut dimaknai oleh sebuah pikiran.
Pikiran pertama lah yang memberi makna sebuah peristiwa sebagai “masalah” atau bukan, berdasarkan database yang dimiliki. Pikiran-pikiran berikutnya akan muncul sebagai reaksi dari pikiran pertama. Menyadari bahwa seluruh “masalah” timbul dari pikiran pertama, akan membuat pikiran ini luruh.
Perhatikan, saat kita menyadari pikiran pertama lah yang memaknai sebuah kejadian sebagai “masalah”, pikiran ini akan luruh, “masalah” lenyap dan kita bisa melihat kejadian tersebut, murni sebagai sebuah kejadian. Lenyapnya masalah bukan berarti lenyapnya kejadian, tapi kita bisa merespon kejadian tersebut dengan lebih baik.
Sesuatu hanya menjadi “masalah”, saat sesuatu itu jauh lebih besar dari database yang kita miliki. Seluruh informasi yang ada di dalam database kita, tidak mampu menghadapinya.
Berusaha berpikir positif pun tidak akan terlalu banyak membantu, seperti sudah kita lihat pada latihan sebelum ini. Pikiran kita akan sulit untuk tetap fokus pada pikiran positif, bahkan kalau kita paksakan akan sangat melelahkan dan menghabiskan energi, karena pikiran tidak bekerja seperti itu.
Apa yang bisa kita lakukan terhadap “kejadian” tersebut? Kita perlu memperluas database kita. Training bila pengetahuan dan kemampuan kita belum mencukupi, Consulting kepada konsultan yang ahli menghadapi “kejadian” tersebut, Coaching untuk menggali sumber daya di dalam diri yang sebenarnya sudah dimiliki namun tidak disadari., Brainstorming dengan pihak-pihak lain yang terlibat.
Atau. Yang biasa saya lakukan.
Nafas 6-6. Sadari. Diam sejenak. Just be. Just wait. Pikiran acak yang bergerak liar seperti kolam yang diacak dan keruh, kita justru tidak bisa melihat apa-apa. Yang terbaik bisa kita lakukan adalah menunggu, hingga seluruh kotoran luruh, dan air kolam menjadi jernih.
@R.B.Santoso
Bab XII. Nafas dan Emosi. Smart Healing. Rachmat Budi Santoso. Litera Mediatama Publishing. 2020
The Black Swan. Nassim Nicholas Taleb. Random House. 2021
Brain. Conscious and Unconscious Mechanisms of Cognition, Emotions, and Language – PMC”, ncbi.nlm.nih.gov, Unknown, https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4061812/
Mindfulness exercises – Mayo Clinic”, mayoclinic.org, Unknown, https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/consumer-health/in-depth/mindfulness-exercises/art-20046356
Going Through Your Random Grab Bag Of Thoughts. https://coachlippy.com/going-through-your-random-grab-bag-of-thoughts/
Terima kasih Dokter Santo,
Kalau saya tidak mengalaminya sendiri, saya mungkin tidak akan percaya. Ternyata benar apa yang ditulis dokter, pikiran kita acak, random acces memory. seringkali past and future loncat sana loncat sini dengan semua muatan emosi didalamnya. Dan dengan napas 6/6 membantu menenangkan/ me-netralkan pikiran2 apapun itu dari dari muatan emosi. ketenang seimbangan memandang sesuatu apa adanya, menyadarinya,, here now ,,, Just be Just wait ,,,,
Saya baru berlatih napas 6/6 dan akan terus berlatih
Terima kasih dokter ,,,
Salam ,,,,
terima kasih mas. iya, latihan terus ya
Saya setuju dgn judul ..Jarak ‘’Masalah’’ drngan hidup kita hanya sebuah Pikiran.
Jadi kita mesti menguasai Pikiran kita.
Vanny
terima kasih bu